Watak Suatu Bangsa 3
SERIAL MIGRASI #3: Kenapa Harus Taiwan?
"Ketika sejarah menjadi alat, bukan lagi cermin."
Teori migrasi Taiwan menyatakan bahwa leluhur bangsa Indonesia berasal dari wilayah Formosa (kini Taiwan), bermigrasi ke selatan melalui Filipina, lalu menyebar ke seluruh Nusantara hingga ke Madagaskar. Teori ini begitu dominan hingga masuk ke buku pelajaran, kurikulum resmi, dan sering dibawa sebagai ‘kebenaran ilmiah’. Tapi… apakah benar hanya satu arah?
Pertama, siapa yang menyusun teori ini?
Teori ini didorong oleh pakar Barat, salah satunya Peter Bellwood. Diperkuat oleh penelitian linguistik dan genetik yang katanya “mengarah ke Taiwan”. Tapi... siapa yang menguasai data, menentukan variabel, dan mengendalikan pusat risetnya? Sudah pasti bukan bangsa kita.
Teori ini sangat rapi dan seolah-olah objektif, padahal jika ditelusuri, ia sarat dengan kepentingan: akademik, politik, bahkan geo-identitas.
Kedua, siapa yang diuntungkan?
Coba pikirkan baik-baik. Jika teori ini diterima secara luas, maka kita semua — dari Sabang sampai Merauke — dianggap sebagai keturunan imigran. Artinya: kita bukan tuan rumah, tapi hanya tamu yang datang belakangan. Konsekuensinya besar:
Klaim terhadap tanah dan budaya bisa dipertanyakan.
Tradisi lokal dianggap bukan orisinal, hanya adaptasi dari utara.
Rasa percaya diri dan identitas bangsa melemah.
Ketiga, ada yang tidak cocok secara budaya dan watak.
Kalau benar leluhur kita dari Taiwan, seharusnya budaya, sistem sosial, bahkan rasa kita serupa. Tapi kenyataannya tidak. Coba bandingkan:
Apakah masyarakat Taiwan memiliki pola watak seperti masyarakat Aceh, Minang, Dayak, Bugis?
Apakah sistem hukum adat mereka mirip dengan kearifan lokal kita yang sangat beragam, kompleks, dan tahan ribuan tahun?
Apakah warisan spiritual dan sistem simbol mereka memiliki akar yang sama dengan kosmologi kita?
Keempat, kita seperti dibatasi hanya satu pintu.
Indonesia adalah pusat silang dunia: jalur rempah, rute laut kuno, pertemuan benua. Tapi kenapa migrasi hanya “dari utara”? Kenapa tidak membahas migrasi dari barat daya, seperti India, Arab Selatan, Persia, atau bahkan Afrika Timur?
Bisa jadi teori Taiwan ini hanya sebagian kecil dari keseluruhan cerita. Tapi karena satu narasi ini dimonopoli, semua pintu alternatif dikunci rapat.
Penutup: Kita Harus Menggali Narasi Sendiri
Jangan salah, kita bukan menolak data. Tapi kita menolak doktrin tunggal. Kalau bangsa ini terus-menerus mengadopsi narasi dari luar, bagaimana kita bisa berdiri di atas kaki sendiri?
Inilah saatnya menggali sendiri akar kita — lewat sejarah, watak, bahasa, dan ingatan budaya. Bukan untuk membenci yang lain, tapi untuk berdiri tegak sebagai bangsa.
---
Komentar
Posting Komentar